30062024

 9 Juni 75 S.P.K.


Spanduk, pembawa acara, pelawak ibukota, seperangkat sound system. Lalu ada kaos, mi goreng dan kopi seduh untuk setiap peserta yang hadir. Sore itu aku memperkirakan berapa biaya yang dibutuhkan untuk menggelar kegiatan ini. 


Mengapa mereka rela mengeluarkan biaya-biaya ini? Usaha untuk merebut kekuasaan, tentunya. Namun, ku bertanya-tanya, apakah kegiatan ini benar-benar efektif? Aku berani bertaruh kalau sebagian besar peserta kegiatan ini tidak lain hanyalah kader internal mereka sendiri. Secara teori, tak akan ada peningkatan suara yang signifikan, kalau acara ini hanya ditujukan kepada kader setia yang sudah pasti akan memilih dia. 


Tebakanku, hal ini adalah trik astroturfing untuk disebarkan ke media sosial dan media massa. Tampak luar, para peserta kegiatan ini terlihat seperti orang-orang biasa pada umumnya yang tidak punya hubungan afiliasi dengan mereka. Realitanya, sebagian besar dari mereka hanyalah para kader yang menyamar. Seolah-olah gerakan dukungan ini murni dan organik dari masyarakat umum.


Sebagian besar, namun tidak semua. Buktinya, sore ini aku bisa duduk di sini.


Lalu, mengapa aku harus ada disini? Ini semua gara gara kontrak yang kubuat sepuluh tahun yang lalu. Kontrak darah berkonsekuensi sangat tinggi yang akan terus berlaku seumur hidupku. Ceritanya panjang, namun aku tidak menyesali keputusan dulu yang kubuat itu.


"Mas, isi dulu daftar absennya," ujar seseorang berkaus putih sambil menyodorkan sebuah kertas. Di lembaran itu, aku harus mengisi beberapa kolom identitas. Nama, domisili, nomor telepon, tanda tangan. 


Aku membuka aplikasi catatan di ponselku, karena aku masih belum hafal nomor telepon yang baru saja kubeli beberapa hari yang lalu. Ah. Nomor telepon. Sudah berapa kali aku harus ganti nomor pada tahun ini? Jika hal itu terjadi lagi, nomor telepon yang saat ini kumasukkan di lembaran absensi ini akan hangus dalam sekejap. Lalu aku akan kehilangan kontak lagi dengan seluruh kenalan baru yang kudapatkan pada misi ini. 


Kehilangan lagi. Namun, aku sudah biasa sendirian. Kadang, sendirian itu lebih nyaman.


Setelah aku mengisi lembaran absensi, ia menyerahkan sebuah kaus putih. Aku segera mengenakan kaus itu untuk berbaur dalam kelompok peserta kegiatan. 


Berdasarkan pengamatan awal yang kulihat, para peserta kegiatan ini sudah mengelompok menjadi beberapa grup kecil. Wilayah teritori kota ini sangat luas. Jadi, meskipun mereka adalah kader dari organisasi yang sama, mereka belum tentu dapat berbaur mengenali anggota organisasi yang datang jauh dari wilayah lain. Grup kecil ini kemungkinan besar adalah batas jangkauan sosial mereka saat ini.


Aku sengaja duduk di sekumpulan orang yang tidak tergabung dalam grup kecil. Mereka ada kumpulan orang-orang dengan jangkauan sosial yang tidak terlalu luas, sehingga kesulitan untuk bergabung atau membentuk grup kecilnya sendiri. Aku dapat membaur lebih alami jika aku duduk berdekatan dengan mereka. 


Sang pembawa acara mendekati panggung dan akhirnya memulai acara ini. Berdasarkan data yang telah ku kumpulkan, pembawa acara ini bukan merupakan kader internal organisasi. Ia direkrut dewan petinggi untuk bertugas sebagai pembawa acara, itu saja. Ia dipilih karena ia bukanlah orang sembarangan. Beberapa catatan yang kuterima, ia merupakan petinggi kelompok oposisi. Sudah beberapa kali ia mempertaruhkan nyawa untuk turun langsung memimpin aksi demonstrasi di beberapa objek vital daerah.


Sayangnya, perekrutan ia hari ini dilakukan sangat mendadak, tepatnya tadi siang. Mungkin karena demikian mendadaknya, ia tidak sempat melakukan riset sederhana mengenai apa konteks besar dibalik penyelenggaraan acara ini. Sebagai contoh, ia memulai kegiatan ini dengan salam sepuluh agama, sesuatu yang sangat tidak disukai oleh mayoritas demografi di organisasi ini.


Acara inti dimulai dengan pidato panjang dari bakal calon. Kemampuan orasinya sangat baik dan diplomatis. Agenda yang ia bawa juga sejalan dengan agenda pribadi yang kusiapkan untuk kota ini pada enam tahun yang lalu. Sepertinya, misi ini harus sedikit kuperpanjang lagi, meskipun kemungkinan menangnya masih sangat kecil.


Masih sangat kecil. Beberapa bulan yang lalu, kami semua menderita kekalahan yang cukup telak. Kemungkinan besar, hal itu akan terulang kembali pada pertarungan babak kedua beberapa bulan lagi. Namun, apapun itu, aku tetap harus berkorban berada di garis depan dalam perjuangan ini. Lagi-lagi karena kontrak itu.


Acara selesai tepat ketika adzan magrib berkumandang. Peserta bubar setelah melakukan foto bersama. Sepertinya, akan ada sesi pembagian uang transportasi untuk masing-masing peserta kegiatan, namun aku tak punya waktu untuk itu. 

Aku jauh-jauh datang kesini sama sekali bukan untuk mengharapkan kompensasi uang. Aku segera pergi meninggalkan tempat kegiatan untuk memulai pekerjaan selanjutnya. 


Dua jam kemudian, foto itu sudah tersebar setidaknya ke dua belas media lokal seantero kota ini.

Popular posts from this blog

020220250839a

23022025

13022025