27022025

Sekitar jam enam pagi, meluncur dari Jatimulya. 

Bingung mau turun di mana. 

Sekarang, berangkat pagi-pagi sekali. Padahal, acara di Palmerah baru mulai jam 13.30. Berarti, harus numpang duduk dulu di suatu tempat.

Ada beberapa alternatif yang terpikirkan : Perpustakaan DPR, Perpustakaan Cikini, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Istiqlal.

Kalau mau langsung ke DPR, turun di Dukuh Atas, lanjut ke Sudirman, Tanah Abang, Palmerah. Bayar ongkos LRT sekali, Commuter Line sekali. Posisi DPR dengan Palmerah sudah sangat dekat. 

Kalau mau ke Cikini/Istiqlal/Pusat, turun di Cikoko. Lanjut naik Bogor Line ke arah Jakarta Kota. 

Turun di Cikini, jika mau ke Perpustakaan Cikini.

Turun di Gondangdia, jika mau ke Perpustakaan Nasional.

Turun di Juanda, jika mau ke Perpustakaan Istiqlal.

Tak seperti di DPR, untuk ketiga opsi ini, resikonya harus bayar Commuter Line dua kali. Pertama, untuk berangkat ke Perpustakaan itu. Kedua, untuk berangkat ke Palmerah dari Perpustakaan itu. Ketiga perpustakaan itu berlokasi cukup jauh dari Palmerah.

Sembari LRT ini bergerak dari Jatimulya ke Jakarta, aku masih berpikir keras harus turun di mana.


***


Pertanyaan besar pertama : haruskah aku turun di Cikoko? 

Kalau ya, opsi Perpustakaan DPR langsung dicoret. Tinggal opsi Perpustakaan Cikini/Nasional/Istiqlal yang tersisa.

Dugaan awalku, Perpustakaan DPR itu adalah perpustakaan internalnya anggota dewan. Bukan untuk umum. 

Meskipun halaman Instagramnya mengundang langsung para masyarakat umum untuk datang ke sana, rasa-rasanya, perpustakaan itu tetaplah perpustakaan khusus anggota dewan.

Oke. Lupakan soal Perpustakaan DPR. Ayo tTurun di Cikoko.

Pukul 07.12, turun di Cikoko.

KUE-ku terpotong Rp 18.300.


***


Sampai di jembatan penyeberangan, aku tidak mau (lagi) pakai lift. Di jam sibuk seperti ini, antrianya gila.

Saatnya coba cari jalan lain ke bawah. 

Sempat sedikit tersesat. Tapi, untungnya ada bapak-bapak yang membantu mengarahkan. Turun satu lantai via tangga, lalu susuri trotoar jalan raya terus ke arah timur. Nanti, belok ke kiri (utara), ada pintu masuk Stasiun Cawang. 

Oh. Lewat sini, tak perlu menyeberang seram langsung via rel kereta, seperti yang biasa kulakukan kalau turun naik lift.


***


Oke, sekarang pertanyaan kedua.

Turun di Cikini, Gondangdia, atau Juanda?

Sambil berdiri di kereta Lin Bogor arah ke Jakarta Kota, aku membuka halaman instagram masing-masing perpustakaan itu.

Perpustakaan Cikini buka jam sembilan pagi.

Perpusnas buka jam delapan pagi.

Perpustakaan Istiqlal buka jam setengah sembilan pagi.

Oke. Saatnya pilih yang buka paling pagi.

Dari Gondangdia, jalan kaki ke Perpusnas.

Aku melihat banyak polisi sedang berjaga-jaga di trotoar. Hmm. Ada apa di sini?


***


Jam sebelas siang, aku keluar dari Perpusnas. Aku melihat banyak demo di sepanjang jalan ini. Ah, jadi itu alasannya mengapa banyak polisi tadi pagi.




Pertama, di Kantor Kementerian BUMN. Sekelompok orang berseragam mirip serikat buruh berbaris di depan pintu masuk Kantor Kementerian BUMN. Sedangkan satu orang berorasi menggunakan pengeras suara di atas mobil. Kata kunci tuntutannya : "efisiensi", "pegawai tinggi". Mungkin, mereka menuntut anggaran untuk pegawai tinggi yang dipotong. Bukan pegawai yang rendah. 

Kedua, di Gedung Dewan Pers. Sekelompok orang, membawa poster bergambar foto wajah seseorang, dengan simbol coret. Mereka membakar ban bekas di depan gerbang Gedung Dewan Pers, menolak pencalonan seseorang sebagai calon anggota Dewan Pers periode 2025-2028. Asapnya cukup membuat sesak.

Karena kedua aksi unjuk rasa itu menghalangi jalur trotoar yang ku gunakan untuk berjalan kaki dari Perpusnas ke Stasiun Gondangdia, aku berusaha menerobos deretan polisi dan pengunjuk rasa itu menggunakan pose punteun.



***

Jam lima sore, acara selesai.

Naik kereta dari Palmerah ke Tanah Abang.

Dari Tanah Abang, naik Lin Cikarang. Hmm. Sebenarnya, naik kereta ini, bisa langsung ke Bekasi.

Tapi, ini jam sibuk pulang kantor. Perasaanku tidak enak.

Waktu keretanya berhenti di Sudirman, aku langsung turun.

Pindah naik LRT Dukuh Atas. Dari sini ke Jatimulya, perjalanan ujung ke ujung. Di jam sibuk pulang kerja.

Di dalam LRT, aku melihat seseorang asyik membaca buku. 

Buku fisik. Bukan buku digital. Wow. Mencolok sekali.

Buku berjudul مقدّمة, karangan أبو زيد عبد الرحمن بن محمد بن خلدون الحضرمي yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1377 masehi.

Aku langsung pindah posisi, mendekat ke belakang pria pembaca buku klasik itu. Numpang baca gratis.


***

Sampai di Jatimulya

KUE-ku terpotong Rp 20.000.



Popular posts from this blog

020220250839a

23022025

13022025