26052024
<... Pada akhir kegiatan, Inisiator GRGG menyampaikan keresahan terhadap masalah industri dbouwc pada peringatan Hari Anti Dbouwc ini. "Dalam gerakan ini kita tidak melawan masyarakat selaku penggunanya, tapi melawan industri dbouwc," tegasnya.>
Klise. Naif. Cari muka. Pansos. Kami semua dijadikan pion hanya untuk ini?
Aliran dana mencurigakan. Koneksi ke media-media. Ah, ku yakin, media-media itu pun disogok untuk mempublikasikan semua ini.
Ku sudah menebak agenda-agenda mereka. Ku sudah beberkan pandangan jujurku mengenai gerakan ini, baik ke sesama kolega, maupun atasan. Tapi, apa responnya? Lalu, mengapa aku masih disini?
<guys udah oke belum ya?>
Sudah lebih dari empat jam, tak satupun yang menyahut balik. Mungkin mereka kelelahan. Mungkin mereka bahkan belum sampai rumah. Namun, setahuku, ada tenggat waktu yang tipis agar rilis pers ini bisa terbit serentak ke berbagai media lokal di kota ini. Meskipun kecil-kecilan, media lokal di kota ini masih punya standar. Pantang bagi mereka untuk mempublikasikan berita yang basi. Jika mau dipublikasikan, maka segeralah kirim sesaat setelah acara tersebut selesai. Dua bulan yang lalu, kami gagal mempublikasikan apapun karena keterlambatan pak ketua. Apa iya media-media itu benar-benar disogok? Kalau iya dibayar, mengapa masih pakai sistem tenggat yang ketat seperti ini?
Aku tahu bagaimana sesaknya ketika pesan kita diabaikan grup besar. Namun kali ini, aku tak bisa berbuat apa-apa selain melihat ia menderita. Aku tak punya hak untuk memrespon apapun di grup ini lagi.
***
Beberapa bulan yang lalu, aku tiba-tiba keluar dari grup itu secara diam-diam.
Sekitar lima atau enam petinggi GRGG melakukan operasi pencarian besar-besaran untuk menemukan aku kembali. Aku buron.
Hingga suatu saat, aku memutuskan untuk berhenti berlari dan berbicara empat mata langsung kepada beberapa petinggi tingkat menengah. Negosiasi belum selesai, namun keanggotaanku sudah diaktifkan lagi secara paksa. Sekarang aku disini lagi.
Lima bulan aku di sini, aku bisa lumayan meraba-raba bagaimana garis komando dan struktur kepemimpinan internal organisasi ini. Di paling puncak, ada Sang Inisiator. Di media, hanya nama dia yang berulang-ulang muncul selaku pemimpin tertinggi GRGG. Namun kenyataannya di lapangan, aku tak pernah bertemu dengan ia sekalipun. Hanya Sang Tangan Kanan yang menjalankan tugas kepemimpinan harian di organisasi ini. Secara de jure, Sang Tangan Kanan lah yang sebenarnya mengelola organisasi ini.
Lalu sisanya, kursi-kursi strategis diisi oleh para petinggi kelas menengah. Setelah ku selidiki lagi, mayoritas mereka semua adalah teman satu SMA Sang Inisiator dahulu.
Lalu sisanya lagi, prajurit kelas bawah yang direkrut secara umum. Aku salah satunya. Aku bergabung karena tidak ada pilihan lain. Sejauh ini, hanya GRGG lah satu-satunya organisasi Kelas C yang didirikan di kota ini.
Setelah beberapa bulan lamanya aku mengorbankan cukup banyak tenaga, pikiran, dan dana, berjuang di garis depan sebagai prajurit kelas bawah, akhirnya pangkatku dinaikkan menjadi petinggi kelas menengah. Berbeda dengan mayoritas petinggi kelas menengah yang punya hubungan perSMAan langsung dengan Sang Inisiator dan Sang Tangan Kanan, mungkin akulah satu satunya petinggi kelas menengah yang datang dari dunia luar, meniti karir langsung dari prajurit kelas bawah.
Akhirnya, hal itu tidak dapat dihindari lagi : konflik.
Ketika aku menjadi prajurit kelas bawah, aku hanya menuruti seluruh perintah dari atasan. Jika tidak menurut, langsung dipecat. Selesai sudah. Namun, salah satu kemewahan yang dapat ku nikmati sebagai petinggi kelas menengah adalah kesempatan untuk berdebat langsung mendiskusikan arah gerak organisasi. Aku sudah banyak memiliki pengalaman buruk ketika berkonflik dengan aneka macam orang asing. Sebenarnya, aku tidak mau berkonflik lagi disini. Namun sayangnya, ada saatnya ketika konflik itu perlu.
Kurang lebih, ketika aku baru beberapa hari dilantik sebagai petinggi kelas menengah, aku langsung terlibat konflik besar dengan dua sesama petinggi kelas menengah, sekaligus berkonflik langsung dengan Sang Tangan Kanan.
Sejak saat itu, aku merasa bahwa keberadaanku cukup destruktif di organisasi yang baru seumur jagung ini. Itulah alasan yang membuatku ingin pergi meninggalkan mereka.
Tak kusangka, Sang Tangan Kanan, dan beberapa petinggi kelas menengah yang lain, langsung memimpin operasi pencarian aku.
Ah. Tinggalkan saja aku sendiri! Sampai berminggu-minggu aku bermain kucing-kucingan dengan mereka. Aku berlari, mereka mengejar. Sampai pada suatu senja, aku memutuskan untuk berhenti dan membiarkan diri ini tertangkap.
Di hutan itu, ada dua petinggi menengah lain yang berhasil menemukanku. Aku berbicara tatap muka dengan orang pertama di perbatasan hutan dengan sawah warga. Setelah itu, ketika waktu agak malam, aku berbicara tatap muka dengan orang kedua di daerah hutan yang agak dalam. Aku ceritakan semuanya kepada dua orang itu, pada waktu dan tempat yang sedikit berbeda. Pertanyaan yang berbeda, dan juga jawaban yang berbeda, untuk masing-masing dari mereka.
Ku pikir, apapun yang ku ceritakan malam itu, cepat atau lambat akan diceritakan kembali, menurut versi dan penafsiran para petinggi menengah itu masing-masing, ke para atasan mereka : Sang Tangan Kanan dan Sang Inisator. Mungkin juga, para petinggi menengah yang lain juga akan mendapat serpihan dari kisah itu, jika ada yang penasaran dengan pelarianku ini.
Sebelum pergi, sang petinggi menengah nomor dua meninggalkan sebuah perangkat komunikasi kepada ku. Dengan perangkat itu, aku masih bisa mendengar komunikasi harian grup ring satu yang diisi oleh Sang Tangan Kanan dan para prajurit menengah lainnya. Atau, aku bisa saja memutuskan untuk menghancurkan perangkat itu sekali lagi, dengan resiko aku akan kembali menjadi buronan.
Sejak malam itu, aku masih belum berani untuk menghancurkannya lagi.
<guys udah oke belum ya?>
Itula rekaman terakhir yang bersuara dari perangkat itu. Sudah lima jam dan masih belum ada satupun respon dari Sang Tangan Kanan maupun petinggi menengah yang lain.
Hari ini ada operasi gabungan militer skala besar di Distrik Delapan. Kolonel F1 ditugaskan untuk menulis draft rilis pers yang akan disebarkan ke publik melalui media massa. Ia membutuhkan konfirmasi persetujuan dari divisi ini, namun ia tak kunjung merespon.
Berbeda dengan aku, yang memutuskan untuk mangkir saja pada operasi ini. Aku masih tidak suka bertemu tatap muka langsung dengan orang-orang yang berkonflik dengan ku dulu. Tentunya, akan banyak prajurit kelas bawah lainnya, yang dulunya seangkatan tempur denganku, yang terus bertanya-tanya, kenapa aku menghilang pada waktu itu. Lagipula, aku kurang begitu setuju dengan operasi militer hari ini.
Tiga tahun yang lalu, rekan-rekanku dihabisi langsung oleh pasukan yang dibayar oleh konglomerat industri Dbwouc. Enam tahun yang lalu, rekan-rekanku juga dimusnahkan oleh Angkatan Kelimabelas. Operasi hari ini mencoba melakukan serangan langsung melawan Dbouwc dan serangan tidak langsung terhadap Angkatan Kelimabelas. Sebagai veteran perang yang sudah berdarah-darah sebelumnya, aku bisa bilang bahwa keputusan mereka hari ini cukup gegabah. Terlalu naif dan populis. Semua demi untuk menarik simpati rakyat. Padahal, tak semua rakyat di kota ini menolak keberadaan industri Dbouwc dan Angkatan Kelimabelas.
Dalam suatu rapat koordinasi antar petinggi menengah, padahal aku sudah melampirkan beberapa dokumen rahasia yang menunjukkan bahwa Angkatan Kelimabelas itu tak seburuk yang mereka duga sebelumnya. Namun mereka menolak laporanku mentah-mentah, tanpa argumen yang rasional sedikitpun.
Hanya karena mayoritas kelompok mereka membenci Angkatan Kelimabelas, mereka menjadikan anti-limabelas sebagai ideologi utama organisasi ini. Semua ini dilakukan sekadar untuk mencari jumlah pendukung yang sebanyak mungkin.
Konyol memang. Meskipun demikian, aku masih belum tega untuk memutuskan untuk menghancurkan perangkat itu sekali lagi.
Singkatnya, hari ini, aku tetap membiarkan operasi di Distrik Delapan tetap berlangsung. Karena aku memutuskan untuk diam. Karena aku memutuskan untuk tetap berada di barisan mereka, dengan tidak lagi menghancurkan perangkat itu. Karena aku memutuskan untuk tidak melawan dan mencegahnya. Aku terlalu lelah untuk berkonflik dan berlari dengan status buron lagi.
***
<Guys.. Kalau ternyata di wilayah operasi kita ternyata hujan, bagaimana?>
Dua hari sebelum berjalannya operasi
di Distrik Delapan, Sang Tangan Kanan bertanya pada para petinggi menengah. Tak ada satupun yang menjawab.
Suara itu terdengar sayup-sayup dari perangkat yang ku miliki. Aku tahu bahwa aku tak punya berhak lagi untuk menggunakan saluran komunikasi ini. Namun faktanya, aku masih bisa mendengarkan pembicaraan ini. Dan aku masih bisa mengirimkan pesan ke saluran ini, jika ku mau.
<localhost:8772/orea>
<Pakai itu. Kalian bisa atur formasi untuk menghindari daerah-daerah yang berpotensi hujan>
Pada akhirnya, aku memberanikan diri untuk mengirimkan pesan itu. Itulah salah satu penemuanku yang menumpuk berdebu di gudang, beberapa minggu yang lalu. Ketimbang sayang tak ada yang menggunakan, lebih baik ku berikan aksesnya pada mereka. Momennya pas.
Niatku ya sederhana. Mempublikasikan hasil penelitian. Moga-moga bermanfaat.
Namun, Sang Tangan Kanan tak merespon apa pun.
<Terima kasih ^^>, jawab petinggi menengah nomor dua. Ialah yang memberikanku perangkat komunikasi di kegelapan hutan pada malam itu.
<Cara pakainya bagaimana ya>, jawab petinggi menengah nomor satu. Ialah yang kutemui di dekat sawah warga.
Tiga puluh menit kemudian, aku memenuhi saluran komunikasi itu dengan penjelasan cara menggunakan 8772/orea. Disaksikan langsung oleh para petinggi menengah yang lain, dan juga Sang Tangan Kanan, yang selama ini hanya diam saja menyimak penjelasanku.
Aku tidak tahu versi cerita yang seperti apa yang diceritakan petinggi menengah nomor satu dan dua kepada Tangan Kanan. Resiko terburuknya, Tangan Kanan dapat menjadi semakin tidak suka dengan keberadaanku di sini. Sejujurnya, aku tak begitu peduli tentang hal itu. Aku bisa saja menghancurkan perangkat itu kapanpun. Meskipun sebaiknya, mungkin, aku harus pamit baik baik ke seluruh rekan yang ku kenal di organisasi ini, sebelum memutuskan untuk menghancurkan perangkat itu sekali lagi (agar tidak dikejar-kejar lagi), namun hal itu cukup merepotkan bagiku.
***
Kurang lebih seperti itulah kontribusi terakhir yang ku berikan untuk organisasi ini, pasca status buronku. Tak lagi lagi berkorban fisik maju di garis depan, namun masih bisa berkontribusi secara tak langsung dari belakang layar.
Sebagai satu satunya organisasi kelas C di kota ini, aku masih punya banyak mimpi yang masih dapat ku usahakan bersama mereka. Itulah mengapa, aku belum bisa menghancurkan kembali perangkat itu sekali lagi.
***
Namun sangat berbeda situasinya dengan esok hari.
Operasi di Distrik Lima bersama organisasi kelas B di negeri ini.
Beberapa minggu yang lalu, salah satu utusan langsung dari musuh politikku dulu, tiba-tiba mengundangku untuk ikut serta terjun langsung pada Operasi di Distrik Lima.
Sudah beberapa tahun aku memutuskan untuk eksil dari organisasi kelas B itu, pasca kudeta yang dilancarkan oleh Hnywg, teman dekat yang tiba-tiba menjadi musuh bebuyutan ku akibat konflik perebutan kekuasaan itu. Beberapa hari yang lalu, Hnywg baru saja dilantik sebagai Gubernur Jenderal. Karir Hnywg di organisasi benar-benar melesat naik sepeninggalku di organisasi ini. Lalu, nampaknya ia memutuskan untuk segara mengembalikan status kewarganegaraanku. Namun, aku langsung diterjunkan ke garis depan esok hari. Haduh.
Aku bisa saja menolak status itu dan memutuskan untuk tetap mengasingkan diri. Namun, aku benar-benar tak bisa menolak tawaran yang sangat menarik itu.
Kembali ke garis depan. Begitu melelahkan. Aaah.. :(